Kota Malang, HaiMalang.com — Hari pertama gelaran Festival Sastra Kota Malang (FSKM) 2024, Kamis (26/9/2024), berusaha mengajak audiens untuk kekayaan cita rasa kuliner dan aroma pangan dari karya Sastrawan Malang, Ratna Indraswari Ibrahim.
Sudut pandang gastronomi dengan menarik yang tersaji dalam karya sastra menjadi keunikan tersendiri. Itulah alasan, mengapa FSKM 2024 mengusung tema “Jelajah Cita Rasa” dalam acara yang digelar di Citrasena, Jalan Kahuripan No.1, Klojen, Kota Malang.
Gastronomi sendiri merupakan ilmu yang mempelajari mengenai berbagai aspek makanan. Termasuk juga mencakup tentang kajian seni, filosofi, sosial-budaya, dan antropologi makanan, sejarah dan tradisi makanan yang dapat diamati menggunakan kacamata sastra.
Bahasan yang dibawakan oleh para pembicara pada hari pertama ini benar-benar sarat akan kuliner khas Indonesia, khususnya Malang. Nama dari program dan topik dari event satu ini pun menggunakan susunan kata yang unik.
Seperti pada hari pertama dimana acara dimulai dengan program “Setumpeng Orasi”, dan dilanjutkan dengan sesi dua yaitu “Santap Pangan”.
Sesi 3 mengangkat program “Tutur Rasa”, “Kudapan”, lalu ditutup dengan sesi 4 dengan program “Gelar Rasa”. Program-program ini seolah menunjukkan bahwa gastronomi hadir dan dapat dikulik dalam berbagai karya sastra.
Baca Juga: Festival Sastra Kota Malang 2024, Jelajah Cita Rasa Bawa Sastra Lebih Dekat ke Masyarakat
Pada sesi kedua yang bertempat di Latar Sastra Critasena hari ini (26/9/2024), Penulis A. Elwiq Pr membahas tentang bagaimana cita rasa kuliner hadir di novel posthumous (karya yang terbit setelah penulisnya berpulang) berjudul ” 1998″ karya sastrawan asal Malang, Ratna Indraswari Ibrahim.
Dalam pembahasannya, ia memaparkan bagaimana unsur kuliner menjadi salah satu penguat cerita ataupun jadi sebagai bumbu cerita yang tampak menarik dalam salah satu novel karya Ratna Indraswari Ibrahim.
A.Elwiq mengulik tentang bagaimana Ratna menulis karya sastranya hingga bagaimana kuliner dan rupa kuliner dalam novel tersebut.
Perempuan itu juga mengatakan bahwa terdapat banyak kuliner dari Kota Malang yang muncul sebagai suatu unsur yang membersamai jalan cerita dalam karya sastra tersebut.
“Putri (tokoh utama dari novel “1998”) memberi simbol-simbol sosial ketika beliau mengisahkan tokoh-tokoh dalam cerita “1998” ini”, tuturnya.
Dalam sesi yang sama, Penulis Rosyid HW melanjutkan sesi dengan pembicaraan tengang aroma pangan serta makanan dari novel dan kumpulan cerpen karya penulis novel kritis “Lemah Tanjung” itu.
Ia menyebutkan, Ratna yang lebih sering berfokus pada tulisannya yang berbicara tentang sisi perempuan, memang unsur kulinernya tidaklah dominan. Akan tetapi, ia kerap memasukkan banyak makanan di dalam karya tulisnya.
Namun, hadirnya unsur kuliner dalam karya sastra tersebut dapat menunjukkan poin-poin yang berkaitan dengan jalan cerita. Seperti mencerminkan perbedaan kelas sosial dari para tokoh-tokoh, hingga sebagai simbolisme dari hal tertentu, seperti kenangan.
“Ada pula keluarga yg selalu merayakan ulang tahunanaknya dengan masakan istimewa. Dahulu perayaan ini mencerminkan kelas sosial”, jelasnya.
Menelisik relevansi antara makanan dengan sastra melalui Festival Sastra Kota Malang dapat menjadi aktivitas untuk mengisi waktu yang seru, menarik, sekaligus menambah wawasan.
Reporter: Shinta Alifia
Editor: Imam Abu Hanifah