HaiMalang.com – Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas PGRI Kanjuruhan Malang (Unikama) sukses menggelar kegiatan Studium Generale bertajuk “Technopedagogy: Challenges and Opportunities in the 21st Century Educational Civilization” pada Kamis (5/12/2024).
Bertempat di Aula Sarwakirti, kegiatan Studium Generale FIP Unikama ini diikuti oleh jajaran dosen yang berjumlah 53 dosen dan 1.238 mahasiswa dari semua program studi di FIP Unikama.
Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber utama, yakni Dr. Zamzami Zainuddin dari Flinders University, Australia, dan Associate Prof. Dr. Fonny Dameaty Hutagalung dari University of Malaya, Malaysia. Diskusi dipandu oleh moderator Dr. Oktavia Widiastuti, M.Pd., dosen FIP Unikama.
Dekan FIP Unikama, Dr. Cicilia Ika Rahayu Nita, M.Pd., dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi momen istimewa untuk para mahasiswa bisa mendapat gambaran bagaimana menyikapi perkembangan teknologi digital yang juga erat kaitannya dengan prodi bidang keguruan.
“Untuk membekali mahasiswa untuk mengikuti perubahan dan tuntutan zaman lebih ke ICT. Dan membekali mahasiswa untuk lebih bijak dalam memanfaatkan teknologi untuk menjalan tugasnya sebagai pendidik,” tutur Dr. Cicilia.
Selain itu, Dr. Cicil juga menyebut kegiatan ini merupakan langkah strategis untuk meningkatkan kerja sama internasional antara Unikama dengan berbagai universitas luar negeri. Kerjasama yang terjalin juga berkaitan dengan peningkatan IKU 6, yang merupakan salah satu indikator kerja utama perguruan tinggi berupa kerjasama dengan mitra dari luar negeri.
“Kita berkolaborasi dengan narasumber dari Malaysia dan Australia. Harapannya, kolaborasi ini bisa menghasilkan kegiatan lanjutan yang bermanfaat, tidak hanya bagi institusi tetapi juga bagi mahasiswa,” ujar Dr. Cicilia saat membuka acara.
Usai pembukaan, acara dimulai dengan penandatanganan kerja sama antara program studi di FIP Unikama dan para narasumber. Kerja sama ini diharapkan dapat membuka peluang kolaborasi penelitian dan kegiatan akademik lainnya di masa depan.
Dalam pemaparannya, Dr. Zamzami, yang juga diaspora Indonesia di Australia, membahas peran teknologi dalam pendidikan modern, termasuk kecerdasan buatan (AI).
“Guru tidak akan tergantikan oleh AI selama mereka tetap menjaga sisi emosional, simpati, dan humanis mereka. Digitalisasi harus seimbang dengan nilai-nilai tradisi,” paparnya.
Dr Zamzami yang merupakan lulusan doktoral The University of Hong Kong ini juga menjelaskan bahwa saat ini memang banyak pihak tengah berupaya mendigitalisasi sumber dan media belajar, termasuk melalui permainan atau games. Baginya, kondisi ini harus diimbangi dengan upaya menarik kembali dunia digital ke model non-digital agar selaras.
“Dalam teknologi di era digital, mereka membuat games yang seakan-akan permainan rakyat tapi ternyata bukan. Padahal seharusnya digitalisasi ini yang kita tarik ke nilai nilai tradisi. Kita harus membalancekan digital dan non digital jangan sampai digital ini mengambil alih semuanya,” tuturnya.
Sementara itu, Associate Prof. Dr. Fonny menyoroti pentingnya pengelolaan waktu digital atau screen time, khususnya bagi mahasiswa dan generasi Z.
“Jangan biarkan screen time mengontrol hidup kalian. Manfaatkan teknologi untuk tujuan akademik, tapi tetap jaga kesehatan mental dan fisik,” jelasnya sambil berkeliling mendekat ke para peserta Studium Generale FIP Unikama.
Ia juga mengingatkan mahasiswa agar lebih kritis dalam memilih sumber informasi dan menjaga keseimbangan antara aktivitas digital dan non-digital.
Sesi tanya jawab berlangsung interaktif, dengan pertanyaan dari mahasiswa dan dosen yang mencerminkan keresahan terkait penggunaan teknologi dalam pendidikan.
Salah satu mahasiswa FIP Unikama dari Prodi Bimbingan Konseling, Siti Annisa, bertanya menggunakan dialek melayu mengenai cara membatasi anak-anak dalam penggunaan gadget.
Dr. Zamzami menekankan pentingnya memberikan alternatif kegiatan yang menarik. Ia menyebut penggunaan gadget dalam keseharian anak memang harus seimbang.
“Memang harus balance. Misalnya kita ingin melarang anak-anak no digital, kita harus menyediakan alternatif. Ajak anak anak berenang, ajak anak anak olahraga. Jadi memang harus ada alternatif lain di rumah yang lebih fun,” ujarnya.
Ia pun mencontohkan bagaimana pemerintah Australia yang mendukung tumbuh kembang anak dengan menyediakan banyak playground hingga mensupport kegiatan outdoor.
Dalam sesi ini, kekhawatiran terkait ketergantungan mahasiswa pada AI juga disorot. Hal itu diungkapkan oleh Dr. Farida Nur Kumala, S.Si., M.Pd, dosen FIP Unikama dalam sesi tanya jawab.
Dr. Zamzami pun mengamini bahwa AI memang sedang digandrungi oleh para mahasiswa. Namun ia menekankan pentingnya memvalidasi hasil AI dari berbagai rujukan yang terpercaya.
“AI seperti ChatGPT memang membantu, tetapi mahasiswa harus dilatih untuk tetap mencari sumber lain yang valid,” kata Dr. Zamzami.
Sementara itu, Dr. Fonny menggarisbawahi peran orang tua dalam membimbing anak sejak usia dini. Sebagai seorang ahli di bidang Educational Psychology and Counselling, Dr Fonny mengukapkan keprihatinannya pada orang tua muda saat ini yang kerap memberikan gadget hingga adiktif. Hal ini menurutnya juga perlu perhatian bagi para pendidik di tingkat PAUD.
“Anak anak ini cerminan dari ibu ayahnya. Apabila sibuk bekerja, menganggap cari uang itu tanggung jawab utama sedangkan tanggung jawab pada anak terlupakan. Pada pendidikan di tingkat PAUD hal ini sangat perlu diperhatikan,” sebutnya.
Dengan terselenggaraya Studium Generale ini, FIP Unikama tidak hanya memperkaya wawasan mahasiswa tentang tantangan pendidikan di era digital. Tetapi juga mendorong mahasiswa untuk menjadi generasi yang mampu mengelola teknologi secara bijak sesuai kebutuhan demi bersaingan secara global.
Reporter: Imam
Editor: Imam Abu Hanifah