Haimalang – Di sudut kota yang tenang, berdiri sebuah tempat yang menjadi rumah sementara bagi mereka yang sedang berjuang menemukan kembali keseimbangan dalam hidupnya. Panti Karya Asih bukan sekadar panti, tempat ini menjadi ruang pemulihan, tempat setiap individu yang datang mendapat kesempatan untuk merajut harapan baru. Di balik pintunya, kisah-kisah perjuangan, kesabaran, dan pengabdian hadir setiap hari.
Panti Karya Asih berdiri dari semangat kepedulian terhadap mereka yang mengalami gangguan mental dan sosial. Berawal dari fasilitas kecil yang hanya menampung beberapa pasien, panti ini kini menjadi bagian penting dalam proses pemulihan mental masyarakat. Dengan dukungan berbagai pihak, termasuk rumah sakit rujukan seperti RSJ Lawang, dan beberapa RS lainnya, Panti Karya Asih berkembang menjadi pusat rehabilitasi yang memberikan harapan baru bagi banyak orang.

Salah satu penghuni panti karya asih sendang berjemur pada pagi hari. Ben/Haimalang
Panti ini memiliki sebuah visi menjadi tempat pemulihan yang mengutamakan kasih sayang, empati, dan keberlanjutan bagi pasien yang sedang berjuang menemukan kembali makna hidupnya. Dalam perjalanannya, panti terus mengembangkan metode pelayanan yang lebih humanis, tidak hanya fokus pada aspek medis tetapi juga pada dukungan emosional dan sosial.
Cristina Andriani, Kepala Panti Karya Asih, dengan mata teduhnya berbagi tentang keseharian di panti yang ia pimpin. “Di sini, kami merawat 70 pasien yang berasal dari berbagai latar belakang. Sebagian besar pasien dirujuk dari RSJ Lawang dan beberapa rumah sakit lainnya, setelah sebelumnya menjalani pemeriksaan dan penanganan awal di rumah sakit,” tutur Cristina.

Cristina Andriani, Kepala Panti Karya Asih bersama para penghuni panti. Ben/Haimalang
Merawat puluhan pasien dengan beragam kebutuhan tentu bukan perkara mudah. Di sinilah peran 40 perawat menjadi tulang punggung pelayanan. Mereka bekerja dalam sistem shift 12 jam, memastikan setiap pasien tetap mendapatkan perhatian yang layak.
“Kami sangat menjaga kestabilan emosional para perawat, karena mereka adalah garda terdepan dalam mendampingi pasien setiap harinya. Perawatan mental bukan hanya untuk pasien, tetapi juga bagi mereka yang merawat,” tambah Cristina.
Kehangatan dalam Setiap Langkah Pemulihan
Setiap hari di Panti Karya Asih diwarnai dengan interaksi yang penuh makna. Ada pasien yang baru saja belajar kembali berkomunikasi setelah sekian lama menarik diri dari lingkungan sosial. Ada pula yang mulai berani tersenyum, meski sebelumnya hidup dalam bayang-bayang kecemasan. Para perawat tidak hanya bertugas memantau kesehatan fisik pasien, tetapi juga menjadi pendengar, teman bercerita, bahkan keluarga pengganti saat kesepian menghampiri.
Cristina percaya bahwa pemulihan bukan semata soal obat-obatan saja, tetapi tentang sentuhan kemanusiaan. Itulah mengapa, setiap langkah di panti ini mengutamakan pendekatan yang hangat dan penuh empati. “Pasien perlu merasa diterima apa adanya, didukung, dan diyakinkan bahwa mereka punya kesempatan untuk pulih,” ujarnya.

Patung di halaman panti Karya Asih bertuliskan kalimat “Sucining Janma Sonya Mahastawa” yang memiliki arti Kesucian manusia dicapai dengan masuk ke dalam keheningan doa. Ben/Haimalang
Harapan untuk Masa Depan
Meskipun telah banyak membantu pasien kembali menemukan kepercayaan diri, Panti Karya Asih masih menghadapi tantangan, terutama dalam hal sumber daya manusia dan kebutuhan fasilitas yang memadai. Namun, Cristina optimistis dengan dukungan masyarakat dan kolaborasi berbagai pihak, panti ini dapat terus menjadi jembatan menuju kehidupan yang lebih baik bagi banyak orang.
“Panti Karya Asih bukan hanya tempat singgah, ini adalah tempat orang-orang menemukan kembali arti dirinya,” tutup Cristina.