HaiMalang.com – Isu kondisi pendidikan di Kabupaten Malang jadi salah satu topik hangat dalam debat Pilkada Kabupaten Malang 2024, Jumat (25/10/2024) malam. Dalam debat perdana tersebut, kedua paslon, yakni HM Sanusi-Lathifah Shohib dan Gunawan HS-Umar Usman saling beradu data yang mereka miliki.
Isu pendidikan ini muncul pertama kali saat calon petahana, HM Sanusi menyampaikan visi misinya. Dalam kesempatan itu, ia mengklaim bahwa sejak ia menjabat, skor pelayanan pendidikan yang dievaluasi oleh Ombudsman meningkat dari nilai 30 menjadi 88.
“Pendidikan saya jadi awal Bupati nilainya Ombudsman 30 sekarang sudah nilainya 88,” sebutnya.
Di sisi lain, calon penantangnya, Gunawan HS, menyoroti tingginya angka putus sekolah dan drop out di Kabupaten Malang yang, menurutnya, merupakan yang tertinggi di Jawa Timur.
Ia juga mengapresiasi kecerdasan sumber daya manusia di Kabupaten Malang namun menyesalkan kondisi partisipasi pendidikan yang belum optimal.
“Terkait pendidikan Kami ingin anak-anak di Kabupaten Malang semuanya pintar punya SDM yang kuat, Tapi sayangnya di kabupaten Malang Kita melihat anak putus sekolah tertinggi sejawa Timur Drop Out juga tertinggi sejawa Timur ini menjadi atensi kita,” ujarnya.
Lalu bagaimana sebenarnya kondisi pendidikan di Kabupaten Malang? HaiMalang pun mencoba menelusuri beberapa fakta dari klaim oleh kedua paslon dalam Debat Pilkada Kabupaten Malang 2024 tersebut.
Membaca Kembali Rapor dan Kondisi Pendidikan di Kabupaten Malang
Mengulik data Ombudsman RI yang disebutkan, HaiMalang kesulitan menemukan data yang dimaksud lewat akses untuk umum atau data publik. Dari hasil penelusuran, diperoleh data Ombudsman dalam Ringkasan Eksekutif Penilaian Kepatuhan 2023, Kabupaten Malang memang memiliki skor kualitas pelayanan publik sebesar 87,65 dengan kategori “Hijau B” atau kualitas tinggi. Skor ini diukur berdasarkan beberapa dimensi, yakni dimensi input, proses, output, dan pengaduan.
Namun, laporan ini tidak secara spesifik menjabarkan data kualitas pelayanan pendidikan. Dengan kata lain, meski angka 87,65 ini cukup tinggi, nilai ini mencerminkan aspek pelayanan publik secara umum, bukan hanya pendidikan. Namun tidak menutup kemungkinan data yang dipaparkan Sanusi menggunakan sumber data lain dari Ombudsman RI.
Jika melihat data rapor pendidikan Kabupaten Malang 2024 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, terlihat adanya fluktuasi di berbagai jenjang pendidikan.
Tingkat pendidikan dasar atau SD pada sekolah umum mendapat kategori sedang. Sementara SMP dan SMA di bawah naungan Kemenag mengalami peningkatan. Namun, pendidikan di jalur kesetaraan, yakni SD, SMP, dan SMA Kesetaraan justru menunjukkan penurunan kualitas pembelajaran.
Tingkat literasi dan numerasi siswa di Kabupaten Malang pun beragam. Literasi siswa SD Kemenag, SMP Kesetaraan, dan SMA Kesetaraan masih masuk kategori sedang, sedangkan sisanya di kategori baik. Namun, untuk numerasi, sebagian besar jenjang pendidikan masih dalam kategori sedang, kecuali SD Umum, SMP Umum, SMA Umum, dan SMK Umum yang sudah mencapai kategori baik.
Tingkat partisipasi murni (APM) di Kabupaten Malang dalam 3 tahun terakhir patut menjadi sorotan dan memberikan gambaran kondisi pendidikan di Kabupaten Malang.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Malang, pada tahun 2023 Angka Partisipasi Murni (APM) untuk jenjang SD mencapai 98,63%, namun turun drastis di jenjang SMA yang hanya 49,31%.
Artinya, ada 50,69% anak yang seharusnya sekolah jenjang SMA namun tidak melanjutkan pendidikan. APM ini menunjukkan persentase anak yang bersekolah sesuai dengan usianya.
Kondisi ini konsisten dalam tiga tahun terakhir, menunjukkan bahwa tingkat partisipasi semakin menurun di jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Angka APM tersebut juga terkonfirmasi dari rata-rata lama sekolah di Kabupaten Malang. Dimana pada 2023, rata-rata lama sekolah hanya mencapai 7,75 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa banyak anak masih belum menyelesaikan pendidikan menengah.
Cek Fakta Isu Pungutan Liar di Kabupaten Malang, Sorotan Gunawan dan Jawaban Sanusi
Gunawan HS bersama dr. Umar Usman (GUS) mengangkat persoalan terkait adanya pungutan di sekolah yang dinilai memberatkan sebagian orang tua murid. Mereka menyoroti bahwa pungutan ini sering kali dibungkus dengan istilah lain yang terkesan berbeda, sehingga menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat.
Menurut Gunawan HS, berbagai bentuk pungutan yang disamarkan sebagai infaq, iuran paguyuban, dan sejenisnya masih ditemukan di Kabupaten Malang.
“Faktanya di Kabupaten Malang masih ada pungutan yang bentuknya infaq dan macam-macam. Tentunya ini yang harus kita evaluasi selama ini bagaimana menyikapi permasalahan pungutan di sekolah-sekolah yang ada di kabupaten Malang,” jelas Gunawan.
Kasus pungutan yang dianggap memberatkan ini sebelumnya pernah disoroti oleh Saiful Efendi, Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Malang, yang mendesak agar ada sanksi bagi sekolah-sekolah yang melakukan pungutan tanpa dasar yang jelas.
Ia menyampaikan bahwa masyarakat sebaiknya tidak ragu melaporkan hal ini ke DPRD agar segera ditindaklanjuti.
“Kami sebagai kontrol pengawas meminta kepada masyarakat untuk tidak segan melaporkan masalah ke DPRD untuk ditindaklanjuti baik itu masalah sekolah atau lembaga lainnya masak satu anak ditarik Rp. 1,5 juta dengan rincian yang tidak masuk akal,” ungkapnya pada media.
Menanggapi isu ini, Sanusi dari pasangan calon 01 menyatakan bahwa tidak semua sekolah berada di bawah kewenangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang.
Menurutnya, pengelolaan sekolah negeri dan swasta telah diatur dengan jelas, di mana Pemkab hanya bertanggung jawab atas sekolah negeri di tingkat SD dan SMP.
Sanusi juga menjelaskan bahwa ia telah mengeluarkan surat edaran yang melarang adanya pungutan di SD dan SMP negeri, serta berjanji akan menindak tegas kepala sekolah yang terbukti melanggar aturan ini.
Sebelumnya, Sanusi juga telah melakukan sosialisasi terkait Peraturan Bupati (Perbup) Malang Nomor 5 Tahun 2024 tentang pendanaan pendidikan dari masyarakat di satuan pendidikan dasar.
Perbup ini dikeluarkan sebagai respon atas banyaknya laporan mengenai pungutan liar yang dikenakan pada orang tua siswa. Namun, hingga berita ini ditulis pada 29 Oktober 2024, HaiMalang belum menemukan file Perbup tersebut di situs resmi JDIH Kabupaten Malang.
Reporter: Imam
Editor: Imam Abu Hanifah