HaiMalang – Dalam beberapa waktu terakhir kasus kekerasan pada anak seperti tak ada hentinya. Terbaru kasus kekerasa pada anak yang dilakukan oleh pengelola daycare di Depok. Meita Irianty yang juga pengelola daycare tega melakukan tindak kekerasan pada anak.
Kejadian itu terekam CCTV dan sudah dilaporkan oleh orang tua anak tersebut. Ibu dua anak ini terekam melakukan beberapa tindakan kekerasan seperti membanting, menendang dan mencubit. Padahal Meita Irianty sendiri juga dalam keadaan hamil saat ini.
Di Malang sendiri juga beberapa kali terjadi kasus kekerasan pada anak. Seperti yang belum lama terjadi kepada anak selebgram Aghnia Punjabi. Kasus ini sempat viral dan menuai berbagai reaksi masyarakat.
Kasus kekerasan anak ini dilakukan oleh pengasuh anak selebgram tersebut. Bahkan akibat aksi itu anak Aghnia mengalami lebam di bagian mata. Tentu kasus ini bukan yang pertama terjadi di Malang Raya.
Berdasarkan data dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur selama 2023 tercatat ada 2.496 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dengan rincian 777 kasus kekerasan perempuan dan 1.232 kasus kekerasan pada anak. Dari tingginya angka tersebut menunjukkan bahwa Indonesia memang sedang dalam kondisi darurat kekerasan.
Bahkan di Malang Raya jumlahnya juga mencapai ratusan selama tahun 2023. Dari data yang dihimpun Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak (DP3A) Kabupten Malang ada 117 kasus kekerasan pada anak. Sedangkan di Kota Malang tercatat ada 92 kasus selama 2023.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Retno Firdiyanti, S.Psi., M.Psi menuturkan saat ini memang Indonesia tengah mengalami darurat kekerasan pada anak. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya kasus kekerasan pada anak yang terjadi. Terbaru tentu saja kejadian di Depok yang dilakukan oleh pengelola daycare.
Sebenarnya langkah serius sudah dilakukan pemerintah dengan menerbitkan Permen No 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Namun, kasus kekerasan pada anak masih saja terjadi di masyarakat.
”Bisa dibilang kondisinya memang sedang darurat saat ini. Karena secara jumlah kasus masih meningkat dan ini seperti gunung es. Terlihat kecil di permukaan tapi sebetulnya kerap terjadi di masyarakat. Padahal pemerintah sudah mengesahkan Permen No 46 Tahun 2023,” jelasnya.
Seperti yang terjadi di lingkungan daycare ini tentu cukup memprihatinkan. Karena hadinya daycare ini untuk membantu orang tua dalam menjaga dan menitipkan anak ketika bekerja. Tapi nyatanya malah menjadi tempat perlakukan kekerasan.
”Kalau daycare ini konsepnya tempat penitipan anak agar orang tua bisa bekerja. Tapi sekarang malah jadi tempat melakukan kekerasan. Memang daycare ini harus selektif dalam memilih pengasuh dan diutamakan yang bisa menangani anak-anak,” terang Retno.
Meski begitu orang tua juga memiliki peran yang penting dalam menjaga tumbuh kembang anak. Sebab waktu anak akan banyak dihabiskan dengan orang tua ketika berada di rumah. Ini menjadi penting jangan karena anaknya dititipkan kemudian tidak pernah ada interaksi.
”Peran orang tua harus tetap sama ketika dirumah. Interaksi dengan anak menjadi hal yang penting. Agar anak juga bisa bercerita tentang kegiatannya, ini menjadi cara pencegahan,” ungkap wanita yang juga berprofesi sebagai Psikolog tersebut.
Orang tua juga harus peka dan mengamati ada tidaknya perubahan pada anak. Karena kerap kali orang tua tak menyadari jika ada luka pada tubuh anaknya. Baru ketika anaknya mengeluh orang tua merasa ada kejanggalan.
”Komunikasi itu penting antara orang tua dan anak. Ilmu parenting dan tumbuh kembang anak itu menjadi hal yang harus dipelajari dengan baik. Karena sekarang kondisinya sangat cepat berubah,” jelasnya.
Sementara itu tindakan pencegahan kekerasan pada anak tidak hanya dilakukan yang sudah menikah atau memiliki anak. Setiap individu perlu mengetahui apa itu perilaku kekerasan terhadap anak. Hal ini perlu dilakukan agar tumbuh rasa saling peduli.
Kepekaan dan kesigakap untuk mencegah dan meanggulangi kekerasan perlu dimiliki setiap individu di sekeliling anak. Salah itu yang perlu dipelajari adalah teknik dukungan psikologis awal. Ini seperti tindakan P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) yang bisa dilakukan semua orang.
”Mencegah terjadinya kekerasan ini bentuk tanggung jawab semua pihak. Masyarakat tentu yang paling bisa dan harus peka terhadap perubahan anak di lingkungannya. Karena itu jadi tempat deteksi awal,” jelasnya.
Sementara itu salah satu pengelola daycare Deska Triati mengaku miris ketika mendengar terjadinya kasus kekerasan pada anak di sebuah daycare. Sebab ini sangat bertolak belakang dengan fungsi daycare yang harusnya menjadi tempat aman bagi anak. Hadirnya daycare sebetulnya merupakan sebuah solusi bagi masyarakat.
Ketika orang tua sibuk bekerja seharian kadang anak-anak tidak ada yang menjaga. Oleh karena itu daycare menjadi sebuah solusi. Sebab di daycare anak juga mendapatkan pendidikan awal.
”Daycare ini fungsi utamanya sebagai tempat untuk menjaga anak-anak ketika orang tuanya bekerja. Harusnya tidak sampai ada kekerasan yang terjadi,” terangnya.
Salah satu yang perlu diperhatikan tentunya adalah pola rekrutan pengasuh. Yang utama bukan tentang gelar pendidikan atau ijazah. Namun lebih dari itu yakni kemampuan dalam menangani anak dengan berbagai kondisi.
”Pengasuh anak bukan diukur dari ijazahnya saja tapi lebih dari itu. Bagaimana memperlakukan anak ini seperti keluarganya sendiri. Karena namanya anak itu pasti menangis, rewel dan banyak kegiatannya. Kalau pengasuh tidak bisa sabar dan mengontrol emosi akan berakibat fatal,” jelas Deska.
Apalagi dalam satu daycare tidak hanya ada satu anak. Bisa banyak anak dengan berbagai umur dan karakter yang berbeda-beda. Tentu secara penanganan berbeda dan harus dilakukan satu persatu.
”Kondisi setiap anak itu berbeda dan secara karakter jelas tidak sama. Hal itu harus diperhatikan dengan baik agar secara penanganan tepat. Mungkin hal seperti itu yang kurang disadari,” terang Bunda Deska.
Sebagai pengelola daycare Deska berharap agar kasus seperti ini tidak terjadi lagi. Minimal bisa dicegah agar tidak makin banyak kasus kekerasan kepada anak.
”Semoga ini bisa menjadi yang terakhir terjadi agar anak-anak Indonesia bisa tumbuh dengan baik. Mereka ini calon penerus dan pemimpin bangsa jangan dirusak dengan hal kekerasan. Karena itu nantinya akan menimbulkan trauma di masa mendatang,” tutupnya.