Home Pilihan RedaksiHidup Berdampingan dengan Gunung Semeru, Tanah Api Penopang Ekonomi Warga

Hidup Berdampingan dengan Gunung Semeru, Tanah Api Penopang Ekonomi Warga

by Redaksi Hai Malang
0 comments

Haimalang – Pagi di lereng Gunung Semeru dimulai dengan bau tanah basah dan udara dingin yang menggigit. Di antara kabut tipis yang turun perlahan, derap langkah warga menuju ladang terdengar akrab.

Gunung tertinggi di Pulau Jawa itu, sesekali menghembuskan asap tipis dari kawahnya. Bagi sebagian orang, itu pertanda bahaya. Namun bagi warga yang hidup di lerengnya, Semeru adalah bagian dari kehidupan, bahkan sumber penghidupan.

Di beberapa wilayah Kabupaten Lumajang seperti Pronojiwo, Candipuro, hingga Pasrujambe, kehidupan tumbuh di atas tanah vulkanik yang oleh banyak orang disebut “tanah api”. Setiap hari, warga bertani, beternak, dan sebagian lainnya menggantungkan hidup dari material alam yang dibawa gunung. Ancaman erupsi memang nyata, tetapi tanah yang subur membuat mereka bertahan, bahkan memilih tetap tinggal.

Petani lereng Semeru

Petani memanen cabe di kawasan lereng Semeru, Desa Supiturang, Lumajang. Foto Bayu/ Haimalang

Semeru adalah gunung api aktif. Aktivitasnya terus dipantau, statusnya bisa naik kapan saja, dan sejarah erupsinya meninggalkan jejak panjang, termasuk bencana besar yang pernah melanda kawasan sekitarnya.

Namun, di balik ancaman itu, Semeru juga memberi kehidupan. Abu vulkanik yang keluar dari perut gunung justru menyuburkan ladang-ladang warga. Tanah menjadi gembur, hasil pertanian melimpah, dan air mengalir dari mata-mata air pegunungan.

Lereng semeru

Cabai di lahan petani yang sebagian terkena abu vulkanik. Bayu/Haimalang

Bagi petani sayur di lereng Semeru, kesuburan tanah adalah anugerah. Kentang, kubis, wortel, cabai, dan aneka sayuran tumbuh subur. Dalam satu musim panen, hasilnya bisa mencukupi kebutuhan keluarga hingga menyekolahkan anak-anak mereka. “Tanahnya kuat, ditanami apa saja bisa tumbuh,” ujar seorang petani setempat sambil menunjukkan barisan tanaman hijau yang membentang di lereng.

Tak hanya pertanian, material vulkanik juga menjadi sumber ekonomi. Pasir dan batu yang dibawa aliran sungai dari puncak Semeru dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Sebagian warga bekerja sebagai penambang pasir tradisional, memanfaatkan aliran sungai yang membawa rezeki sekaligus risiko. Aktivitas ini dilakukan dengan kehati-hatian, terutama saat cuaca ekstrem atau aktivitas gunung meningkat.

Tambang pasir Semeru

Truk pengangkut pasir melewati tepi sungai aliran lahar Gunung Semeru, Lumajang. Bayu/Haimalang

Di balik kesibukan itu, tersimpan kisah-kisah manusia yang memilih hidup berdampingan dengan gunung api. Ada warga yang lahir, tumbuh, dan menua di lereng Semeru. Dentuman kecil, bau belerang, atau perubahan aliran air menjadi isyarat yang mereka pahami sejak lama.

Meski demikian, kesadaran akan risiko tetap ada. Warga lereng Semeru kini lebih siap dibandingkan masa lalu. Jalur evakuasi dikenali, tas darurat disiapkan, dan informasi dari pihak berwenang selalu diikuti. Trauma akibat erupsi besar memang masih membekas, tetapi kehidupan menuntut mereka untuk bangkit dan beradaptasi.

Gunung Semeru Memberikan Penghidupan

Bagi sebagian warga, meninggalkan lereng Semeru bukan pilihan mudah. Tanah di tempat lain belum tentu se subur di sini. Ikatan sosial yang kuat, kedekatan dengan alam, serta rasa memiliki terhadap kampung halaman membuat mereka memilih bertahan. “Kebun kami sekitar sini, itu sumber penghidupan kami”. ucap Kutsiah seorang ibu rumah tangga yang sehari-hari membantu suaminya bertani.

Gunung Semeru

Potret Kutsiah (50) warga Supiturang, Lumajang yang rumahnya terdampak erupsi Semeru. Bayu/Haimalang

Relasi warga dengan Semeru juga sarat nilai budaya dan spiritual. Gunung dipandang sebagai penjaga keseimbangan alam. Beberapa tradisi lokal masih dijalankan sebagai bentuk penghormatan. Doa dan ritual menjadi cara warga menyelaraskan diri dengan alam, berharap keselamatan sekaligus keberkahan.

Di tengah perubahan iklim dan meningkatnya risiko bencana, tantangan hidup di lereng gunung api kian kompleks. Infrastruktur, akses informasi, dan perlindungan sosial menjadi kebutuhan mendesak. Warga berharap perhatian pemerintah tidak hanya hadir saat bencana, tetapi juga dalam upaya penguatan ekonomi dan mitigasi jangka panjang.

Warga Gunung Semeru

Warga Sumberlangsep, Lumajang menyeberang sungai yang menjadi aliran lahar Gunung Semeru pada pertengahan Desember 2025 untuk mengungsi. Bayu/Haimalang

Namun, di balik semua itu, semangat warga lereng Semeru tetap menyala. Tanah api yang bagi sebagian orang menakutkan, justru menjadi surga penghidupan. Dari abu, kehidupan tumbuh. Dari risiko, ketangguhan lahir.

Erupsi Semeru

Gunung Semeru saat mengeluarkan abu vulkanik.Bayu/Haimalang

Semeru akan terus bergemuruh, mengingatkan bahwa alam memiliki kuasa. Sementara itu, di lereng-lerengnya, manusia belajar satu hal penting, hidup bukan tentang menaklukkan alam, melainkan memahami, menghormati, dan tumbuh bersamanya.

You may also like