Home PendidikanSekolah Darurat Semeru: Potret Perjuangan Guru dan Siswa Supiturang Mencari Ilmu Pasca Bencana

Sekolah Darurat Semeru: Potret Perjuangan Guru dan Siswa Supiturang Mencari Ilmu Pasca Bencana

by Redaksi Hai Malang
0 comments

Haimalang – Kegiatan belajar mengajar (KBM) di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 02 Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, menunjukkan semangat pantang menyerah. Meskipun gedung sekolah utama rusak parah akibat erupsi Semeru, para guru memutuskan untuk segera mendirikan sekolah darurat di lahan warga, memastikan KBM kembali berjalan hanya empat hari setelah bencana.

Hariono, Guru Kelas 5 SDN 02 Supiturang, menceritakan bagaimana keputusan cepat diambil untuk memenuhi hak pendidikan siswa.

“Kejadian erupsi itu hari Rabu. Sesuai instruksi dari pemerintah kabupaten, Bupati Lumajang sudah memberitahu dan menginstruksikan bahwa empat hari setelah erupsi kami harus membuka sekolah. Maka, mulai hari Senin, kegiatan belajar sudah berjalan,” kata Hariono saat diwawancarai.

Hariono mengungkapkan bahwa opsi awal untuk menyelenggarakan pembelajaran bersama dengan sekolah yang tidak terdampak (bercampur). Namun, dinilai kurang optimal dalam pelaksanaannya.

Sekolah darurat Semeru

Suasana belajar di dalam tenda. Foto Ben/Haimalang

“Ada opsi untuk dicampur dengan sekolah, namun ditemui kendala. Perjalanan dari rumah jauh, kemudian sistem pembelajarannya yang menurut kami belum optimal. Selain itu, kami juga merasa kami tidak ingin mengganggu kelancaran proses pembelajaran yang ada di sekolah lain” jelasnya.

Atas dasar pertimbangan tersebut dan usulan dari warga setempat, pihak sekolah akhirnya memilih untuk membangun dan menyelenggarakan KBM secara mandiri. Keputusan ini dinilai lebih efektif dan dekat dengan lokasi tinggal siswa.

Enam Kelas di Dua Tenda Darurat

Untuk mewujudkan KBM darurat, pihak sekolah menerima bantuan dua tenda besar ukuran 6×12 meter dari kementerian. Keterbatasan lahan di lokasi warga membuat hanya dua tenda yang bisa didirikan.

“Dari dua tenda besar itu, kami membaginya menjadi enam sekat kelas. Tenda yang pertama kami sekat menjadi empat kelas, tenda yang kedua kami sekat menjadi dua kelas,” ujarnya.

Meski KBM terus berjalan, proses belajar di tenda darurat sangat jauh dari kondisi ideal. Ruangan yang sempit, panas, dan rawan hujan menjadi tantangan sehari-hari yang membatasi kreativitas guru dan siswa.

Sekolah darurat Semeru

Tenda yang digunakan sebagai ruangan belajar siswa. Foto Ben/Haimalang

Pihak sekolah berharap kondisi ini tidak berlangsung lama. Mereka siap mengikuti apapun kebijakan yang diputuskan pemerintah terkait pembangunan kembali atau relokasi, dengan harapan utama agar segera ada solusi yang lebih baik dan permanen demi menjamin kualitas pendidikan siswa.

You may also like